Wednesday, August 6, 2014

#na

Kutoleh ke belakang terdapat tebing yang tidak terlalu tinggi, bangkit dan berdiri, terdiam sejenak, mengamati sekeliling

#na

Padang rumput bertepi belukar dan pepohonan, angin bertiup terdengar mendesis, seakan berbisik tentang sesuatu

Monday, March 25, 2013

Sejarah Tulungagung (Babad Toeloengagoeng)

Kampung kelahiran saya, Tulungagung yang terkenal sebagai kota Marmer mempunyai sejarah panjang dan ternyata telah dihuni oleh manusia sejak jaman pra-sejarah. Bukti bahwa Tulungagung telah dihuni oleh manusia adalah ditemukannya fosil manusia purba di daerah selatan Tulungagung tepatnya di dusun Nglepung desa Wajak Kecamatan Campurdarat pada tahun 1890 oleh Eugene Dubois.
"Jembatan Plengkung" Tulungagung.
Sebelumnya nama kota ini adalah Kabupaten Ngrawa. Penyebutan kata Ngrawa sendiri konon dari banyaknya daerah berawa yang ada atau dalam bahasa jawanya “Ngrowo”. Tulungagung awalnya hanya merupakan bagian dari distrik dari kabupaten Ngrawa. Waktu itu ibu kotanya masih berada di daerah Kalangbret.
Sejak beberapa tahun lalu ada koreksi mengenai penentuan hari jadi kota Tulungagung. Berdasarkan prasasti Lawadan yang ditemukan di daerah Wates Campurdarat, usia kota ini sudah termasuk sangat tua. Dari prasasti Lawadan menunjukkan kota ini berdiri sejak tahun 12 November tahun 1205.Pada tahun 1205 M, masyarakat Thani Lawadan di selatan Tulungagung, mendapatkan penghargaan dari Raja Daha terakhir, Kertajaya, atas kesetiaan mereka kepada Raja Kertajaya ketika terjadi serangan musuh dari timur Daha. Penghargaan tersebut tercatat dalam Prasasti Lawadan dengan candra sengkala "Sukra Suklapaksa Mangga Siramasa" yang menunjuk tanggal 18 November 1205 M.  
Pada jaman Mataram Islam yaitu jaman Sri Pakubuwono I dan VOC tahun 1709 mengadakan perjanjian nama Kalangbret tetap digunakan sebagai ibukota kabupaten Ngrawa. Begitu juga pada perjanjian Giyanti (1755) nama Kalangbret disebut salah satunya wilayah manca negaranya kerajaan Yogyakarta. Kalangbret sebagai kadipaten Mancanegara Mataram terbentuk sejak perjanjian Giyanti. Wilayah tersebut selanjutnya dijadikan ibu kota kabupaten Ngrawa tahun 1750-- 1824 Masehi. Yaitu mulai masa Mataram Islam hinnggan jaman colonial. Bupati pertama Kabupaten Ngrawa adalah Kyai Ngabehi Mangundirono.
Nama ''Kalang bret '' telah dikenal sejak tahun 1255 M (prasasti Mula -Malurung) dan disebut ulang dalam Negara Kretagama (1635 M) dengan nama Kalangbret. Atas dasar tersebut legenda yang ada tentang asal Kalabret dari adipati kalang yang tewas dalam kondisi tersembret-sembret oleh pangeran Lembu peteng dimentahkan.
Sebelum bernama kabupaten Ngrawa di wilayah Tulungagung sudah berdiri Katumenggungan Wajak tepatnya pada masa pemerintahan Sultan Agung. Katumenggungan ini bertahan hingga pembentukan kadipaten Ngrawa dengan pusat pemerintahan di Wajak sejak perjanjian Giyanti. Ini terjadi antara tahun 1615 - 1709 M pada masa Mataram Islam dan masa kolonial.
Saat masih berbentuk Katumenggungan yang menjadi tumenggung adalah Senapati Mataram bernama Surontani. Tokoh yang sangat melegenda tersebut dimakamkan di Desa Wajak Kidul Boyolangu. Katumenggungan Wajak berakhir dengan berdirinya Kabupaten Ngrawa beribu kota di Kalangbret. Nama "Rawa'' telah dikenal sejak tahun 1194 M (Prasasti Kemulan) dan disebut ulang dalam Negarakertagama (1365 M). Nama ini kemudian berubah menjadi ''Ngrawa''. Saat tampuk kepemimpinan berada di tangan KRT Pringgodiningrat Bupati Ngrawa ke IV, yang memerintah tahun 1824 --1930, ibu kota kabupaten Ngrawa dipindahkan kesebelah Timur sungai Ngrawa yaitu pada lokasi sekarang ini. Selanjutnya kota baru ini dijadikan pusat pemerintahan atau ibu kota Kabupaten Ngrawa. Terjadi pada masa colonial sampai sekarang . Pada tahun 1800--an sampai 1901 nama ''Toeloeng Agoeng'' dipakai sebagai nama salah satu distrik dalam wilayah Kabupaten Ngrawa. Nama Kabupaten Ngrawa berubah menjadi Kabupaten Tulungagung pada tanggal : 1 April 1901 yaitu pada masa pemerintahan bupati Ngrawa ke 11: RT Partowijoyo.
Nama Tulungagung (Toeloengagoeng) berasal dari dua kata 'Toeloeng" dan "Agoeng". Arti dari dua kata itu Toeloeng berarti mata air dan Agoeng berarti besar.
Sumber: Babad Toeloengagoeng, wikipedia.org, kitlv.nl